Paid Surveys

readbud - get paid to read and rate articles
SocialTwist Tell-a-Friend

03 Februari 2009

Poligami Dan Poliklenik

Ritual sakral penuh keagungan bisa bermakna original atau kamuflase, setiap kali ada prosesi pernikahan dua anak manusia yang berseru sekata untuk mengarungi mahligai rumah tangga, disitulah nilai-nilai keagungan dinobatkan. Dua manusia yang sedang menjalani prosesi, masing-masing mempunyai persepsi sendiri tentang makna dari pernikahan itu.

Bila niatan diawal sudah lebih banyak nafsu dari pada memenuhi tuntunan agama, maka bisa jadi sakralnya sebuah prosesi pernikahan itu tidak berarti sama sekali, kecuali hanya sebagai syarat dihadapan kalayak, kamuflase, agar hubungannya bisa berjalan sesuai keinginannya. Orang-orang semacam ini kelak pada saatnya akan mulai mencoba bermain api, selingkuh, menikah lagi, poligami.

Di dalam islam memang dibolehkan berpoligami, namun bukan menjadi suatu kewajiban, bahkan ditegaskan, bila kamu tidak bisa berbuat adil maka cukuplah satu. Tapi kebanyakan pemahaman tentang poligami malah diagungkan, dipopulerkan.

Bila seseorang melakukan poligami dengan alasan mengikuti sunnah Rasul, itu bulshit, mbelgedhes, kaspo, gombale mukiyo, prekethek. Yang paling tepat adalah karena nafsu, dorongan birahi atau libidonya digerakkan dengan topeng agama.

Kalau memang ingin mengikuti sunnah Rasululloh SAW, ikutilah bagaimana cara beliau ibadah, bagaimana Muhammad menjadi seorang pengusaha, bagaimana beliau menjadi seorang Amirul Mukminin, Bagaimana Sang Nabi menjadi pejuang dan bagaimana Beliau memperlakukan ummat-nya.

Sedang makna yang kedua adalah original, inilah makna dari nilai kesakralan prosesi pernikahan yang sebenarnya, keduanya mempertalikan kehidupannya untuk dijalani bersama guna memenuhi kewajiban sebagai seorang hamba Alloh yang ingin meneruskan ajaran Muhammad sesuai dengan kaidah-kaidah suci nan agung.

Saking agung-nya kadang dalam ritual itu penuh dengan nuansa mistis dan klenik, poliklenik inilah yang akhirnya juga menjadi sebuah budaya, melenceng dari nilai-nilai ubudiyyah.

Seyogyanya kembalikan semua tuntunan sesuai dengan porsinya, tidak kurang dan tidak lebih, karena sesungguhnya didalam Alqur'an maupun Alhadist sudah diatur dengan baik.

By : Cakyoudee

Artikel Terkait:

Cakyoudee

Top Articles

Widget by ateonsoft.com

  © Hak Cipta 'Dilindungi' Oleh Alloh SWT 2008

Back to TOP